JANSENISME SELAYANG PANDANG

Jansenisme adalah suatu gerakan religus yang tegang dan keras, dikenal sesudah kematian Cornelius Jansen[1], uskup Ypres (1585-1638) yang berawal di Flanders-Spanyol dan di Perancis . Gerakan ini berusaha untuk menentukan secara ekstrem suatu konsep Agustinus tentang hubungan manusia dengan Allah; hal itu diserang dan ditentang terutama oleh  sebuah sekolah yang membantu perkembangan humanistik yang dikelola oleh Serikat Jesus, yang terus menerus optimis terhadap Renaisans.


jansenisme


Gerakan ini berakar pada lima dalil yang diformulasikan oleh Cornilius Jansen dalam karyanya Agustinus. Kelima dalil[2] itu adalah:

1. Ada  sejumlah perintah Allah yang tidak mungkin dilaksanakan sekalipun oleh orang benar. Hanya karena orang cukup berahmat ia mempunyai kemungkinan melaksanakan perintah Allah.

2. jika kodrat jatuh (ke dalam dosa), maka rahmat batiniah tidak pernah bereksistensi. 

3. demi baik atau buruknya kodrat yang jatuh (ke dalam dosa), manusia tidak dituntut memiliki kebebasan, melainkan cukuplah kebebasan yang tidak memaksa. 

4. setiap tindakkan khusus dan iman menuntut andanya rahmat. Para semipelagian itu salah, karena berpendapat bahwa keinginan manusia dapat menentang atau menaati rahmat tersebut. 

5. (Kesalahan) semipelagian adalah penegasannya bahwa Kristus wafat dan mencurahkan darahnya untuk semua orang.

Bagaimana pun tidak ada kesetujuan yang sifatnya substansial di antara para jansenis tentang arti dari dalil-dalil itu. Tetapi yang pasti semua jansenis menganut doktrin tentang perasaan dosa yang mendalam, percaya bahwa penyesalan yang sejati adalah hasil yang datang dari kasih Allah bukan dari ketakutan terhadap hukuman Tuhan.

Kelima dalil tersebut dikutuk oleh Inosentius X pada 1653 melalui Ensiklik Cum Occasione. Aleksander VII mengeluarkan kutukan yang lain pada 1656, dan pada 1668 para jansenis menyatakan suatu kepatuhan bersyarat. Bulla Unigenitus dikeluarkan pada 1713 oleh Klemens XI, membuat suatu pengutukan final dan berikutnya mengadakan penganiayaan terhadap para jansenis di Perancis. Pada awalnya gerakan ini dipimpin oleh teman Jansen Saint-Cyran, dan berpusat di biara Port-Royal, terletak di barat daya Paris. Setelah Saint-Cyran meninggal pada 1643, Antoine Arnauld (1612-1694) menjadi pemimpin.

Selama abad dua puluh dalam pikiran orang katolik, “jansenisme” pada dasarnya sama dengan bidaah. Ini adalah salah satu dari banyak saat di sepanjang sejarah gereja dimana orang yang berpandangan lain  dianggap memisahkan diri atau keluar dari doktrin Gereja yang ortodoks. Secara doktrin, Jansenisme, dengan keras dapat dipahami sebagai satu bidaah. 

Tetapi di atas segala-galanya sebagai suatu gerakan, dipertimbangkan dalam konteks historis yang aktual, Jansenisme juga sungguh direfleksikan sebagai protes melawan legitimasi kekuasaan yang korup dan praktik-paraktik tidak bermoral pada suatu periode masyarakat tertentu. Jansenisme muncul bersamaan dengan isu-isu politik, sosial, gerejawi, budaya, dan intelektual abad ke-17. Seperti yang dikatakan Alexander Sedgwick bahwa Jansenisme adalah suatu realitas yang sangat kompleks[3]. Gerald Carg berkomentar demikian:

The Jansenist controversy thus began with a particular doctrine of grace….but it was not enthusiasm for such abstract matters that explains the furore which Jansenism created. Gallican clergy the higher nobility—even at court—and men of learning were drawn with in the orbit of the party. Morally its impact was powerful. In a corrupt period it was auster and stringent in its demands; in a servile age it maintained a dignified self- respect; at atime when conformity was apassion, it remained a body of independent opinion, as feared as it was formidable. To such a group the government of Louis XIV could not remain indifferent[4].

Jadi spirit Jansenisme merefleksikan banyak hal. Misalnya kita mengetahui bahwa proses sekularisasi sedang brlangsung dengan baik pada abad ke-17 ; dan inilah salah satu jasa dari Jansenisme yaitu memprotes proses sekularisasi tersebut. Sayangnya Jansenisme tidak memprotes secara efektif. Alih-alih untuk memberhentikan proses tertentu justru mengubah kembali dunia ke periode awal terbentuknya.        

Akhirnya keberadaan Jansenisme sebagai doktrin sesat, adalah refleksi terhadap suatu pandangan hidup yang fundamental. Itu adalah protes melawan sekularisasi dan penyalahgunaan akal budi yang membakar kemajuan ilmu pengetahuan dunia modern dan sebaliknya menyerukan supaya akal budi berperan dalam mengembangkan kemanusian dan hidup kristiani. Tetapi nampaknya seruan kembali pada iman kristen dan tradisi gereja untuk menghentikan laju kemajuan IPTEK adalah sia-sia. Akhirnya Jansenisme merupakan ungkapan ketakutan dari banyak orang berhadapan dengan dunia modern.



Daftar Pustaka

1.Glazier, Michael and Monika K. Hellwig (ed). The Modern Catholik Encyclopedia. Minnesota: The Liturgical Press. 1994.

2.Kristiyanto, Eddy. Reformasi dari Dalam. Sejarah Gereja Zaman Modern. Yogyakarta: Kanisius. 2004.

3.Marthaler, L. Berard (ex. ed). New Catholic Encyclopedia. Second Edition. Whasington, D. C: The Catholic University of America. 2003.

4.Pollock, R. James. Francois Genet: The Man and His Methodology. Roma: Universita Gregoriana Editrice. 1984.

5.Walsh, Michael (ed). Dictionary of Christian Biography. London: Continuum. 2001.
                                                              




[1]Cornelius Otto Jansen adalah seorang teolog Flemish, lahir di Acquoi 28 Oktober 1585, meninggal karena penyakit Pes di Ypres, 6 Mei 1638. Dia belajar di Universitas Utrecht, Leuven (Louvain) dan Paris. Pada tahun 1628 Jansen Mulai mengerjakan Augustinus untuk melawan teolog-teolog Kounter-Reformasi

[2] Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam. Sejarah Gereja Zaman Modern, Yogyakrta: Kanisius, hlm. 157


[3] James R. Pollock, Francois Genet: The Man and His Methodology, Roma: Universita Gregoriana Editrice, hlm. 78 

[4] Gerald Carg dalam James R. Pollock, Francois Genet: The Man and His Methodology, Roma: Universita Gregoriana Editrice, hlm. 98-99  

Comments