Pengantar
Tidak
ada yang menampik bahwa salah satu faktor kunci kesuksesan orang-orang zaman
ini adalah “jaringan” atau “networking” yang
luas. Kemajuan pesat teknologi komunikasi
membuat networking itu menjadi mungkin bagi siapapun, dimanapun,
dan untuk kepentingan apapun.
Selain
urusan bisnis[1]
yang berorientasi profit, networking
juga terjalin antara sedemikian banyak orang karena alasan caring (peduli) dan sharing (berbagi).
Dua faktor (caring dan sharing) tersebut adalah beberapa alasan
mendasar kenapa saya dan Anda demam sosial
media atau sosmed.
Sekarang
cek saja facebook, instagram, tweeter, youtube, dan akun sosial media lainnya
yang kita miliki. Apa yang kita posting di sana? Selfi bersama gubernur baru
DKI Jakarta, Anies Baswedan (setelah pidato tentang orang pribumi) ; foto/video liburan di Labuan Bajo; foto/video
pamer rambut baru, sepatu baru, hingga pacar baru, dll. Kenapa semua ini
terjadi? Karena kita dengan teman-teman / followers kita terdorong oleh hasrat
untuk sharing sesuatu dari diri
masing-masing.
Tentu
saja contoh-contoh yang saya sebutkan di atas tadi merupakan basa-basi saat orang-orang lagi senang. Namun
tidak jarang juga konten-konten yang disharingkan dalam jejaring sosmed kita
adalah kebalikannya. Foto/video pemakaman orang yang dicintai; foto sedang
murung; foto sedang menangis; status atau cuitan bernada marah, kecewa, sedih,
putus asa, dll.
Dalam
konteks seperti di atas, kita biasanya spontan memberikan penguatan,
menunjukkan simpati, dll. Namun, sering kali juga orang-orang yang sedang dalam
situasi sulit tersebut mengadu kepada kita; curhat masalah yang dihadapi; minta
pendapat; minta dicarikan jalan keluar, dll.
Nah
kalau begini ceritanya, maka benarlah omongan bahwa zaman sekarang setiap orang
harus mampu menjadi konselor atau pembimbing bagi orang lain. Konseling tidak lagi semata aktivitas para akademisi,
psikiater dan psikolog dengan konseli mereka.
Bagi
yang masih bingung, apa sih konseling
itu? Apa sih prinsip-prinsip dasar
ketika memberi guidance atau
bimbingan kepada orang lain? Berikut saya sampaikan ulasan sederhana seputar
konseling dan prinsip-prinsip dasar di dalamnya.
A. Pengertian
Konseling, Guidance/Bimbingan, dan Psikoterapi
1. Konseling
a) Menurut PATTERSON,
1962
Menurut
Patterson, konseling adalah relasi personal yang dibangun secara individual dan
bebas oleh orang yang butuh bantuan psikologis dengan orang yang terlatih untuk
membantunya.
b) Menurut WILLIAMSON
Menurut Williamson, konseling adalah kegiatan
membantu orang untuk belajar memecahkan masalah mereka sendiri.
c) Menurut CARL ROGERS
Menurut
Carl Rogers, konseling adalah relasi terstruktur yang memungkinkan meperoleh
pengertian diri ke tataran mengambil langkah positif dalam pencerahan dari
orientasinya yang baru.
2. Guidance / Bimbingan
Guidance
adalah, pelayanan sekolah untuk membantu anak remaja agar cerdas memilih dan
menyesuaikan dalam mengembangkan potensi sebagai individu maupun anggota
masyarakat.
3. Psikoterapi
Psikoterapi
adalah tiap prosedur yang diupayakan untuk mengurangi ketidakteraturan perilaku
dengan pelbagai sarana psikolgis.
B. Perbedaan Konselor dan
Psikoterapist
1. Konselor
Seorang
konselor berfokus pada bidang/area tertentu saja yang menjadi kesulitan atau
masalah bagi seorang klien Misalnya
bidang pendidikan, rehabilitasi, dll.
2. Psikoterapist
Sedangkan
seoranga psikoterapist, berkonsentrasi pada keseluruhan pribadi klien tersebut.
Jadi fokusnya adalah totalitas dari struktur kepri badian si klien. Hal itu
berarti wilayah kerjanya tidak hanya pada problem-problem tertentu dan
situasi-situsi tertentu yang dialami klien.
C. Faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam Konseling
Ada
tiga faktor yang perlu dipertimbangkan oleh seorang konselor:
1. Tujuan dan pola konseling
Seorang
konselor harus mempunyai suatu tujuan dan tujuan ini dilengkapi dengan kriteria
yang berbeda. Konselor harus meningkatkan rasa penyesuaian diri klien dan arti
keberadaannya dalam masyarakat. Kriteria konseling adalah: relasi kerja yang
baik, pembicaraan yang lepas/bebas, tidak adanya perlawanan, dll.
2 2. Kesiapan
Klien
Proses
konseling berlangsung ketika dari dirinya klien merasa siap, tertarik dengan
masalahnya sendiri, sikapnya, masukan-masukan terhadap masalah itu, dan proses
berpikir serta penyesuaian-penyesuaian. Konselor harus mempunyai kesanggupan
tidak hanya pada situasi menhapus titik noda persoalan klien, tetapi juga
membimbing klien kea rah pertumbuhan yang utuh atau mereorintasi kembali
keseluruhan kepribadian klien tersebut.
3 3. Menjaga
Konfidensialitas dalam Konseling
Blocker
(1966) menyatakan bahwa, ada tiga level konfidensialitas:
a)
Level
1- Menggunakan informasi secara professional
Di sini tidak hanya informasi yang
terangkum dalam pertemuan konseling, tetapi semua informasi yang ada kaitannya
tentang diri klien.
b)
Level
2- Hubungan informasi Konselor-Klien
Klien mempunyai hak untuk mengharapkan
bahwa informasi yang dimiliki oleh konselor hanya akan digunakan demi kebaikan
atau kesejahteraan diri klien. Di sisi lain konselor menerima klien tidak
sebagai orang yang bermasalah/tidak normal melainkan menerima sebagai seorang
pribadi yang dihormati dan dibantu.
c)
Level
3- Memegang informasi yang lengkap dan terpercaya
Komunikasi berhasil tidak harus tanpa
keterlibatan klien, bahkan cukup ketika konselor secara kuat merasa bahwa apa
yang dia lakukan adalah yang terbaik demi kepentingan klien. Kecuali dalam soal
ini beberapa hal segera menjadi jelas berbahaya bagi kemanusiaan.
Sumber:
“Konseling and Its Nature” (2010).
[1]
Networking atau jaringan bisnis tidak dibahas lebih lanjut. Yanga dielaborasi
adalah jaringan caring dan sharing.
Comments
Post a Comment